Aku mempunyai seorang teman, sebut saja namanya
Roy. Yah.meskipun dia
tidak terlalu tampan & bukan anak orang kaya..,
tapi dia adalah seorang
teman yang baik, ramah, dan suka menolong. Dia
selalu mengutamakan temannya
bahkan lebih daripada kepentingan dirinya sendiri.
Dia adalah orang yang selalu
tersenyum dan tertawa, meski di dalam hatinya aku
tahu, ada kesedihan yang
dalam, karena di keluarganya dia selalu jadi bahan
makian orang tuanya, orang
tuanya selalu mengatakan bahwa dia adalah anak
yang bodoh, anak yang tidak berguna. Di rumah dia menjadi seorang pemberontak
sedang di sekolah dia berubah menjadi orang yang sangat bahagia, selalu tertawa
dan 'agak berlebihan' dalam mencari perhatian teman-temannya.
Aku mengerti dia melakukannya karena untuk
menutupi kesedihannya sewaktu
di rumah. Suatu saat, akhirnya dia memiliki
seorang pacar, pacar yang
cantik, baik, & pintar.
Roy
sangat mencintainya.. Meski demikian, dia tidak
pernah melupakannya teman-temannya seperti
kebanyakan orang yang lupa akan
temannya pada saat dia menemukan cintanya Kami
masih sering berbicara, dia
menceritakan berbagai hal ttg pacarnya itu, Dia
bercerita bahwa masa pacaran adalah saat yang paling indah yang pernah dia
rasakan dalam hidupnya. Namun setelah 2 bulan berlalu, dia putus dengan pacarnya
itu, karena pacarnya merasa
banyak ketidakcocokan dengannya. Seringkali mereka
bertengkar karena hal
yang sepele,Roy
lebih sering diatur-atur tentang ini itu oleh pacarnya.
tetapi karena
Roy
merasa dirinya adalah seorang pria yang keras juga, Roy
tidak mau diatur siapapun, dia seringkali
membantah dan marah...
Karena demikian pacarnya memutuskan hubungannya,
karena pacarnya sudah
tidak bisa lagi memahami
Roy.
Roy pun
menyesali atas kelakuannya pada pacarnya dan meminta pacarnya agar
dapat kembali bersamanya. Tetapi keputusan
pacarnya sudah bulat. .
Roy pun
menceritakan semuanya padaku di telepon, dia berkata, dia tidak
bisa hidup lagi tanpa pacarnya yang bisa
menolongnya, menghiburnya, yang
selalu ada di sisinya. Dia mengatakan sudah tidak
tahan lagi atas segala
masalah yang terjadi, baik itu masalah dengan
pacarnya ataupun masalah
dengan keluarganya, dia berulang kali mengatakan
ingin bunuh diri, dia
mengatakan ingin minum racun tikus atau minum
pembasmi serangga dan
macam-macam. Aku lalu melarangnya dan berteriak "Jangan!!
Jangan bicara seperti itu, kau tahu hidupmu sangat berharga," Lalu terdengar
tawa kecil yang dipaksakan dan bernada dingin terdengar di ujung
sana, "Yaaa..
Ya... kamu benar."
Lalu kami mematikan telepon, tapi setelah kami
berjanji akan langsung
tidur. Namun aku sama sekali tidak merasa
mengantuk. Aku begitu khawatir dan
merasa akulah satu-satunya harapan
Roy. Ia
sudah berulang kali mengatakan
padaku bahwa sulit baginya membuka diri kepada
siapapun selain kepadaku.
Bagaimana mungkin ada orang yang tak ingin hidup?
Aku bahkan bisa membuat
daftar alasan mengapa aku bahagia bisa bangun
setiap pagi. Dengan panik
aku memutar otak mencari cara meyakinkan
Roy tentang hal ini. Lalu seolah-olah
bola lampu di kepalaku menyala. Aku mengambil
selembar kertas notes dan memberinya judul, "Mengapa Roy harus Hidup", di
bawahnya aku memulai mendaftarkan semua alasan yang terpikir olehku tentang
mengapa seseorang harus tetap hidup.
Awalnya hanya dimulai dengan beberapa berubah
menjadi duapuluh, lalu
tigapuluh, lalu empat puluh tujuh. Hingga tengah
malam, aku telah menuliskan
tujuh puluh tujuh alasan mengapa
Roy
harus hidup. Sepuluh yang terakhir
adalah sebagai berikut :
67) Di kuburan tidak ada tempat bermain video
game.
68) Tuhan mencintaimu.
69) Tanah sedalam 2 meter sangat tidak nyaman
dibanding kasurmu.
70) Di kuburan tidak ada restoran Steak yang enak.
71) Pelajaran Kalkulus akan sangat membosankan
karena tidak ada kamu.
72) Kau belum memenuhi janjimu yaitu mentraktir
Pizza.
73) Kau takkan suka bergaul dengan setan selamanya.
74) Katamu kau ingin mengajakku jalan-jalan ke
Amerika.
75) Kau
kan
belum pernah mengendarai mobil BMW yang selalu kauidamkan.
76) Kau tidak bisa melihat lagi indahnya matahari
saat terbenam di pantai.
77) Kau tidak pernah boleh menyesali siapa dirimu,
kau hanya boleh menyesali apa dirimu sekarang.
Yakin aku telah berusaha sebaik mungkin, aku naik
ke ranjang untuk
menunggu pelaksanaan tugas esok hari;
menyelamatkan
Roy.
Aku menunggunya di pintu ruang kelas, lalu aku
serahkan daftar itu saat ia
berjalan masuk. Aku memperhatikan dari sisi lain
kelas saat ia membaca
lembaran penuh bekas lipatan di pangkuannya. Aku
menunggu, tapi ia tidak
mengangkat mukanya selama satu jam pelajaran.
Setelah pelajaran selesai, aku mendekatinya,
khawatir, tapi sebelum aku
sempat berkata-kata, kedua lengannya sudah
memelukku erat. Sesaat aku
membalas pelukannya, airmata nyaris membutakanku.
Ia melepaskanku dan dengan
tatapan lembut ke mataku, ia berjalan keluar kelas.
Ia tak perlu mengucapkan
terimakasih, wajahnya sudah mengatakan
semuanya.Seminggu kemudian,
Roy
pindah ke sekolahan lain supaya bisa tinggal
dengan neneknya. Selama
berminggu-minggu aku tak mendengar apa-apa, sampai
suatu malam, telepon
berdering, aku mengangkatnya dan aku mendengar
suara yang kukenal
sebelumnya. Ia menceritakan bagaimana ia mendapat
teman-teman baru di
sekolahnya dan ia mendapatkan nilai-nilainya jauh
lebih baik, dan ia masuk
tim sepakbola di sekolahnya.
Lalu dia berkata, "Tapi kau tahu apa yang paling
hebat?" aku merasakan
kebahagiaan sejati dalam suaranya.
"Aku tidak menyesali siapa diriku, juga apa diriku
yang sekarang."
Aku hanya bisa mengucapkan syukur, akhirnya dia
mengerti..
Mengerti siapa dirinya yang sebenarnya.. Untuk apa
dia hidup..
Roy sangatlah beruntung, tidak semua orang
seberuntung itu pada saat
dirinya putus asa, ingin melukai diri sendiri,
bahkan ingin bunuh diri
karena tidak tahan akan cobaan hidup...Tetapi
ingatlah, kamu tidak sendirian
dalam hidup ini, masih ada teman-temanmu atau
keluargamu yang
memperhatikanmu, membutuhkanmu, mencintaimu, dan
merasa sangat kehilangan
jika kamu mati. Janganlah kau lupakan mereka... :)
Dari : Temanmu yang sangat mencintaimu :)
Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "Kenapa Kamu Harus Hidup?"
Post a Comment