19 Tanda Gagal Ramadhan

Di bulan Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu
syurga dibuka lebar-lebar. Namun banyak orang gagal
mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini kiat-Kiat
menghindarinya gagalnya Ramadhan

1. Kurang melakukan persiapan di bulan Sya’ban.

Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam
dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan
puasa sunnah Sya’ban, sebagaimana telah disunnahkan
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalam
hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu
‘anha berkata,

”Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan
penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah
melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan
Sya’ban.”

2. Gampang mengulur shalat fardhu.

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek)
yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan
kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal
shalih.” (Maryam: 59)

"Celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu
orang-orang yang lalai dalam shalatnya." (Al-Ma'un:
4-5)


Menurut Sa’id bin Musayyab, yang dimaksud dengan
tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak
segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya
menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar
menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya,
shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera
shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang
bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu
shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat
fardhu di bulan lain.


3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.

Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail.
Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan
ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera
dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka
berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
(Al-Anbiya:90)

“Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan
ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya.”
(Hadits Qudsi)

4. Kikir dan rakus pada harta benda.

Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah
adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar
manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan
minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk
sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta
gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa
akan tujuan hidup sesungguhnya.

Mendekat kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala, akan
menguatkan sifat utama kemanusiaan (Insaniyah).

5. Malas membaca Al-Qur’an.

Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di
masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun
malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an.

“Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan
Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al
Quran dan mengajarkannya".(HR Bukhari)

Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan
menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak
berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda
keberhasilan latihan di bulan suci.


6. Mudah mengumbar amarah.

Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda:
“Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika
berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa
menguasai diri ketika marah.”

Dalam hadits lain beliau bersabda: “Puasa itu perisai
diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka
janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri.
Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka
katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR.
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta
perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan
perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada
hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan
minumnya.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk
mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata
yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: “Puasa
ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum
saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang
salah dan tutur kata yang sia-sia.” (Al Muhalla VI:
178) Ciri orang gagal memetik buah Ramadhan kerap
berkata di belakang hatinya. Kalimat-kalimatnya tidak
ditimbang secara masak: “Bicara dulu baru berpikir,
bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru
diucapkan.”

8. Memutuskan tali silaturrahim.

Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw
bersabda: “…Barangsiapa menyambung tali persaudaraan
(silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan
dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan
kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan
rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya…” Puasa
mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih
sayang dan tali cinta.

Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati
dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut,
halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya
Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan
persaudaraan, itu tanda kegagalan.

9. Menyia-nyiakan waktu.

Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan
orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk
bermain-main.

“Allah bertanya: ‘ Berapa tahunkan lamanya kamu
tinggal di bumi?’

Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi sehari atau
setengah hari. maka tanyakanlah kepada orang-orang
yang menghitung.’

Allah berfirman: ‘Kamu tidak tingal di bumi melainkan
sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.
"Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi
Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak
disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang
mulia.” (Al-Mu’minun: 112-116)

Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai
atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia,
kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama
Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta
ketertiban dan keteraturan.

10. Labil dalam menjalani hidup.

Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta
gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal
Ramadhan. Pesan Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh
berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di
dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua
pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya
ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka
sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya.” (HR Ahmad,
Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)

Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya
mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam
menghadapi keadaan apapun.

11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.

Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil
ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang
yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat
mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan ‘amar ma’ruf
nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak
mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana
dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan
seseorang.

12. Khianat terhadap amanah.

Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara
(dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggungjawabkan di
hadapan-Nya kelak.

Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara
rahasia kepada Allah. Orang yang terbiasa memenuhi
amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih
menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang
bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang
yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik
dari Allah maupun dari manusia.

13. Rendah motivasi hidup berjama’ah.

Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam
selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan
jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama
manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai
hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang
saling menguatkan.

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang
teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang
tersusun kokoh.” (Ash-Shaf: 4)
Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup
berjama’ah.

Artikel tambahan:
http://ccc.1asphost.com/assalam/Gerakan%20Islam%20Wajib%20Bersatu.asp

14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.

Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan
selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama
ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa
seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu
setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya
adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat
kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk
kepada makhluk.

15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.

Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan
tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan.
Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan
Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di
tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang
semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi
Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam
membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini
tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai
spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah
meninggalkan kita sebagai pecundang.

16. Tidak mencintai kaum dhuafa.

Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain
Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi
hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam
Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap
orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat.
Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup
dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka
seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak
bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu
segera instrospeksi.


17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.

Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh
rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak
istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan
sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang
pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya
Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan
muhasabah (introspeksi) diri.

“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18 )

18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.

Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir
dan logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa
bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting
yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam
bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau
pecundang sejati.

Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat
beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul
Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa
seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.

19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.

Secara harfiah makna Idul Fitri berarti “hari kembali
ke fitrah”. Namun kebanyakan orang memandang Iedul
Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari “penjara”
Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah
Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya
kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi
diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul
Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru
dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi
Allah secara lebih profesional.

Kesadaran penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi
akhirat harus berada pada puncaknya saat Iedul Fitri,
dan bukan sebaliknya.

(dikutip dari Hidayatullah.com 25 Oktober 2004 )

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "19 Tanda Gagal Ramadhan"