HARI GINI ENGGAK PUNYA HUTANG?? Kiat Bijak Berhutang

Alkisah, ada kontes membuat gajah menangis. Peserta pertama, pawang
gajah dari India, memainkan seruling dengan lagu yang terdengar
sangat memilukan hati. Sayang sekali, gajah tidak bergeming. Peserta
kedua datang dari Afrika tengah, membawakan tari-tarian tradisional
yang menyayat sukma. Namun... sang gajah tetap tegar! Peserta ketiga
dari Indonesia. Lho kok yang datang ekonom? Si ekonom segera
mendekat ke telinga gajah dan membisikkan sesuatu. Dan ..... sang
gajah pun menangis tersedu-sedu :-(

Apa sih yang dibisikkan? Sederhana saja kok: "...Hutang Indonesia
lebih dari seribu trilyun rupiah...." Weleh-weleh, pantesan si gajah
terharu-biru. Hutang memang bisa mendatangkan petaka tragis. Hutang
berlebihan bukan hanya berbahaya bagi negara. Bagi perorangan pun
hutang yang bertumpuk bisa menyebabkan bencana.
Keinginan untuk hidup enak sesaat sering membuat orang mengabaikan
dampak jangka panjang. Jalan pintas pun ditempuh: Berhutang. Di kota
besar seperti Jakarta, tekanan berhutang lebih gencar. Tak heran
banyak pengamen melantunkan lagu ibu kota memang lebih kejam dari
ibu tiri.

Pasalnya, pola hidup mewah cenderung dianggap menjadi ukuran
kesuksesan seseorang. Gambaran orang sukses sudah salah arah ke arah
materialistis, bukan lagi orang yang dapat mencapai cita atau
keinginan yang besar dengan jalan berusaha keras, jujur tanpa
merugikan orang lain. Pola pikir bahwa kepemilikan barang mewah
menjadikan orang disegani, dapat merusak tatanan keuangan keluarga.
Berhutang untuk kemewahan seperti mobil mewah mengakibatkan kita
menanggung bukan hanya beban bunga yang besar, tapi juga biaya
perawatan bulanan yang sangat tinggi. Tambahan pula, nilai barang
seperti ini biasanya akan mengalami penurunan drastis, bisa mencapai
20-30% per tahun. Oleh karena itu sedapat mungkin jangan mudah
terperangkap pola gaya hidup berlebihan yang akan memaksa kita untuk
berhutang.

Malu bertanya, sesat berhutang

Jadi, enggak boleh ngutang nih? Jangan kesusu gitu dong, ceritanya
belum selesai Bung! Keterbatasan penghasilan bulanan keluarga sering
membuat hutang menjadi alternatif sumber pendanaan. Akan tetapi
hutang yang diambil haruslah sejalan dengan tujuan masa depan yang
telah direncanakan semula.

Tidak semua hutang sama. Ada hutang baik dan ada hutang buruk.
Hutang baik adalah hutang yang digunakan untuk mengembangkan aset
produktif (aset yang akan menghasilkan pendapatan di masa depan).
Pendapatan dari aset produktif ini cukup untuk membayar hutang.
Misal saja hutang untuk membeli ruko yang selanjutnya memberikan
pemasukan sewa adalah hutang baik. Sebaliknya hutang digunakan untuk
memuaskan keinginan meningkatkan gaya hidup dengan membeli aset non
produktif seperti mobil mewah adalah termasuk hutang buruk. Hutang
ini biasanya selain berbunga tinggi (baik secara nyata maupun
terselubung) juga mengakibatkan peningkatan pengeluaran bulanan
akibat. Jadi, berhutang boleh saja asalkan hutang itu termasuk
hutang baik. Hutang yang tabu adalah hutang buruk.

Agar tidak terjebak ke dalam keputusan berhutang yang keliru, ada
minimal tiga pertanyaan kunci yang perlu diajukan sebelum memutuskan
berhutang: (1) Untuk apa hutang tersebut digunakan?; (2) Berapa
besar hutang yang ingin dan mampu Anda ambil?; (3) Bagaimana hutang
itu bisa dilunasi dalam keadaan darurat?

Pertanyaan pertama adalah untuk memeriksa kesesuaian antara
keputusan hutang yang akan anda buat dan berbagai tujuan masa depan
yang telah ditetapkan. Dalam mengambil keputusan untuk berhutang
harus dilihat kebutuhan serta kegunaan dari barang atau aset yang
akan dibeli dengan hutang. Keputusan berhutang tanpa
mempertimbangkan dampaknya terhadap kelangsungan arus kas, dapat
merusak tatanan keuangan. Pembayaran cicilan bulanan tetap
disarankan tidak melebihi rasio pembayaran hutang yang tercakup di
pertanyaan kedua.

Pertanyaan kedua bertujuan untuk memeriksa kondisi keuangan melalui
besaran rasio pembayaran hutang. Angka yang dianjurkan sebagai batas
atas dari rasio ini adalah 30%. Artinya adalah bila pendapatan
bersih Anda sebesar 5 juta rupiah per bulan maka batas pembayaran
cicilan hutang per bulan yang dianggap bijak adalah tidak lebih dari
1,5 juta rupiah.

Berhutang dalam batas wajar menunjukkan bahwa kita telah
menganggarkan dana untuk kebutuhan dasar keluarga seperti belanja
bulanan, dana darurat, dana pendidikan anak dan dana pensiun.
Keempat pos tersebut merupakan prioritas yang harus terpenuhi.
Penetapan pembayaran cicilan hutang tiap bulannya sebagai prioritas
terakhir dalam perencanaan pengeluaran akan mendorong kita untuk
berinvestasi lebih banyak untuk tujuan yang menjadi prioritas utama
di masa depan.

Pertanyaan ketiga adalah untuk mengantisipasi keadaan darurat. Ada
keadaan darurat yang dampaknya permanen, seperti risiko meninggal
dunia dari pencari nafkah utama, ada pula yang sementara, misalnya
musibah sakit atau kecelakaan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa
batas dari pembayaran cicilan yang dianjurkan adalah tidak lebih
dari 30% penghasilan bersih bulanan. Namun perlu diperhatikan agar
batas 30% ini jangan digunakan seluruhnya untuk kebutuhan yang
terlihat sekarang. Sisakan sebagian untuk keperluan mendadak seperti
biaya berobat. Bila tidak diantisipasi, kebutuhan mendadak bisa
menjadi sangat memberatkan keuangan keluarga.

Kartu kredit dan pinjaman personal tanpa agunan bisa menjadi
alternatif untuk pembiayaan tak terduga. Untuk kebutuhan yang sangat
mendesak, dapat juga digunakan jasa penggadaian. Lewat jasa ini
dapat diperoleh uang secara cepat tanpa dikenakan bunga bila Anda
melunasinya dalam tempo tertentu misalnya dua minggu.

Hutang adalah ibarat pedang bermata dua. Agar tidak tersayat mata
tajam pedang itu, perlu diingat aturan sederhana ini: Hindarilah
hutang untuk memenuhi keinginan konsumtif dan justru membuat aset
menyusut. Berhutanglah untuk berinvestasi yang akan membuat kekayaan
bersih kita tumbuh berkembang. Dan ... sang gajah pun kembali
tersenyum ceria. :-)

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "HARI GINI ENGGAK PUNYA HUTANG?? Kiat Bijak Berhutang"